Walaupun beberapa komponen industri manufaktur telah memperlihatkan tren kenaikan jenis material substitusi lainnya seperti paduan aluminium atau material nonlogam, banyak komponen atau produk yang tidak dapat menggantikan besi baja sebagai komponen utama. Pada kulit bumi jumlah cadangan bijih besi yang melimpah, mudahnya mendaur ulang besi baja untuk dibuat komponen baru, serta sifat baja yang dapat dibuat baik melalui pemaduan serta perlakuan panas, membuat material ini sangat menarik untuk terus dikembangkan serta dipergunakan dalam bidang keteknikan.
Secara umum proses pembuatan besi baja dunia masih didominasi oleh jalur tanur tinggi (Secara teknologi jalur ini sudah sangat mapan), serta jalur peleburan scrap/ besi-baja bekas pada tanur busur listrik (Pemanfaatan besi-baja yang sudah habis masa pakainya). Kedua jalur ini mendominasi lebih dari 90 persen produksi besi-baja di dunia. Pembuatan baja melalui jalur reduksi langsung digunakan pada negara-negara penghasil gas bumi, di mana produk dari proses reduksi langsung ini berupa besi spons (Sponge iron) seperti yang ada pada pabrik besi dan baja di Krakatau Steel. Tetapi besi spons atau pig iron yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan besi-baja ini 80 persen masih di impor dari luar negeri, dikarenakan hanya PT Krakatau Steel satu-satunya perusahaan yang dapat mengolah bijih besi menjadi besi kasar. Dengan adanya Undang-Undang Minerba (Mineral dan Tambang) yang baru, maka para pelaku bisnis pertambangan tidak lagi dapat menjual barang tambang dalam bentuk mineral atau bahan galian, tetapi harus terlebih dahulu diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
Menurut data Departemen ESDM, bumi Indonesia memiliki kandungan bijih besi tak kurang dari 320,43 juta ton. Tetapi deposit yang sangat besar ini masih berada di tempatnya dan belum bisa dimanfaatkan secara optimal, karena membutuhkan investasi besar. PT Krakatau Steel diharapkan dapat secepat mungkin mengoptimalkan pemanfaatan sumber bijih besi di Kalimantan Selatan untuk mengurangi ketergantungan impor dengan meningkatkan produksi baja. Untuk itu, pabrik pengolahan bijih besi menjadi baja setengah jadi (Sponge iron) milik PT Meratus Jaya Steel and Iron, akan beroperasi pada Agustus nanti. Perusahaan ini merupakan patungan antara PT Aneka Tambang (Antam), Tbk dan PT Krakatau Steel, Tbk. Selanjutnya, Kalimantan diproyeksikan akan dijadikan pusat industri baja nasional, sebuah ambisi sekaligus cita-cita besar yang patut didukung.
Tetapi langkah ini belum mulus. Studi kelayakan bisnis yang dilakukan PT Krakatau Steel dan PT Antam ini mengalami hambatan, karena BUMN baja ini menghadapi kendala dari sekelompok pemilik kuasa lahan pertambangan yang menjadi pemilik izin kuasa penambangan (KP) dari pemerintah daerah setempat. Sebaiknya, persoalan sektoral ini bisa lebih cepat diatasi, melalui political will pemerintah dalam memperkuat struktur industri nasional, melalui pengembangan sektor baja secara serius.
Industri baja merupakan mother industry yang menjadi tumpuan sekaligus menentukan kekuatan struktur industri di suatu negara. Dengan bekal deposit bijih besi 320,43 juta ton, Indonesia dapat berpotensi menjadi pemain baja yang diperhitungkan dalam lingkup global, karena memiliki keunggulan pemilikan bahan baku. Kebijakan dan arah pengembangan yang tepat akan memungkinkan pemanfaatan keunggulan tersebut bagi kepentingan nasional melalui penguatan industri baja. Setelah Kalimantan, ternyata Sumatera Barat juga memiliki potensi tambang bijih besi yang cukup besar, sehingga beberapa pelaku bisnis tambang dan perusahaan yang mengolah bijih besi menjadi besi dan baja melirik Sumatera Barat untuk investasi.
Untuk menindaklanjuti kemungkinan Sumbar memiliki industri yang mengolah bijih besi menjadi besi spons (Spongeiron) atau pig iron, beberapa dosen Teknik Universitas Andalas (termasuk penulis) dengan para pejabat daerah Solok Selatan, serta manajemen BUMD Solok Selatan mengadakan pertemuan dengan pemilik pabrik baja Gunung Garuda Group bertempat di Departemen Perindustrian. Sebagai perusahaan baja kedua terbesar setelah PT Krakatau Steel, Gunung Garuda Group, ternyata beberapa tahun belakangan ini telah ke Sumbar untuk menjajaki kemungkinan investasi pabrik pengolahan bijih besi. Kendalanya ternyata pihak investor tidak mendapatkan data yang valid dan up to date tentang potensi bijih besi di Sumbar, sehingga rencana investasi belum terlaksana, karena nilai investasi pengolahan bijih besi ini cukup besar (kurang lebih USD 150 juta) dengan tenaga kerja sampai dengan 1.500 orang.
Kendala jarak tempuh dari lokasi tambang ke pelabuhan (transportasi), infrastruktur, serta status lahan juga merupakan hal yang mesti dipastikan tidak akan menjadi kendala. Masalah listrik mungkin tidak akan menjadi masalah karena Solok Selatan memiliki potensi energi panas bumi dan air yang cukup besar. Karena itu, pihak Gunung Garuda sementara ini akan memprioritaskan investasi pabrik pengolahan bijih besinya di Sumatera Utara dan Kalimantan dengan mendirikan blast furnace (tanur tinggi) untuk mengolah bijih besi menjadi piq iron, tetapi investasi di Sumbar tetap akan menjadi perhatian pihak Gunung Garuda Group. Selain itu, salah satu perusahaan baja yang cukup besar dari China telah lebih dahulu melakukan investasi pengolahan bijih besi di Padang yaitu, PT Gainet International Indonesia. Didirikan PT Gainet International Indonesia untuk mengolah mineral bijih besi menjadi barang setengah jadi (Masih tahap proses crushing dan magnetic separator/belum sampai menghasilkan pig iron) dan produk hasil pengolahan bijih besi tersebut diekspor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik baja di China.
Tetapi dari hasil diskusi penulis dengan pihak PT Gainet, ternyata perusahaan baja asal China ini juga akan bersiap untuk melanjutkan investasi pengolahan lanjut bijih besi dengan mendirikan blast furnace untuk menghasilkan pig iron yang akan menjadi bahan baku pabrik besi baja. Diskusi juga menghasilkan bahwa nantinya pabrik ini akan mempekerjakan tenaga lokal, dan ini tentunya peluang untuk perguruan tinggi di Sumbar untuk mempersiapkan tenaga kerja tersebut. Dan untuk diketahui, investasi pengolahan bijih besi juga dapat diikuti investasi pengolahan batu bara menjadi kokas dan batu kapur (Lime stone) yang dibutuhkan untuk pabrik besi kasar ( Pig iron). Kokas merupakan residu karbon padat yang dapat dihasilkan dari batu bara kualitas tinggi jenis bitumen, yang akan digunakan sebagai bahan bakar dan batu kapur untuk mengikat terak pada pengolahan bijih besi.
Akhir tulisan ini, penulis ingin menyampaikan agar pemerintah daerah melalui Dinas Pertambangan segera memvalidasi data mineral tambang termasuk bijih besi, kepastian hukum, perizinan/regulasi untuk kenyamanan/keamanan investor, memastikan status lahan tambang, infrastuktur, skema/model kerja sama antara investor dengan pihak pemerintah dan masyarakat, dan tentunya yang tidak kalah penting keterlibatan para akademisi di perguruan tinggi.
(*) Sumber: Padang Ekspres Related News:
- Industri Baja Difokuskan Di Kawasan Industri...
- Pabrik Peleburan Bijih Besi PT Krakatau Steel di Kalsel Rampung...
- Bosch Software Innovations...
- Ikan Patin Diminati Importir Amerika Serikat...
- 5 juta Benih Ikan Disebar di Danau Bulilin & Balai...